youngthink.id – Penyakit yang ditularkan melalui vektor semakin menjadi ancaman serius bagi kesehatan global, mengakibatkan lebih dari 700.000 kematian setiap tahun di seluruh dunia.
Faktor seperti urbanisasi yang cepat, mobilitas manusia, dan perubahan iklim berkontribusi signifikan terhadap penyebaran vektor penyakit ini.
Ancaman Penyakit Tular Vektor dan Penyebabnya
Penyakit yang ditularkan oleh vektor, seperti nyamuk, memberikan kontribusi lebih dari 17% terhadap semua penyakit menular di dunia.
Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN, NLP Indi Dharmayanti, menegaskan pentingnya penelitian untuk menghadapi risiko yang muncul akibat perubahan iklim dan urbanisasi yang tidak terencana. “Faktor-faktor tersebut menciptakan peningkatan insiden dan potensi penyebaran pandemi penyakit tular vektor,” ungkapnya.
Selain itu, resistensi vektor terhadap insektisida menambah tantangan dalam pengendalian penyakit ini, sehingga memerlukan strategi yang lebih inovatif.
Pentingnya Riset dan Keterlibatan Masyarakat
Elisabeth Farah Novita Coutrier, Kepala Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman BRIN, menekankan perlunya pencegahan dalam mengatasi penyebaran penyakit tular vektor. “Mobilitas penduduk, perubahan lingkungan akibat urbanisasi, serta pemanasan global memperluas distribusi nyamuk pembawa penyakit,” ujarnya.
Keterlibatan masyarakat juga sangat krusial dalam program pengendalian penyakit. “Keberhasilan pengendalian penyakit tular vektor sangat bergantung pada sinergi lintas sektor dan kesadaran masyarakat,” imbuhnya.
Oleh karena itu, data yang tepat dan surveilans yang akurat menjadi hal penting dalam mendukung kebijakan pengendalian yang efektif.
Kajian Terhadap Vektor dan Penyakit Tular
Triwibowo Ambar Garjito, peneliti ahli utama, menyatakan bahwa arbovirus seperti dengue dan malaria kini menjadi perhatian global. “Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menjadi vektor utama. Keberadaan dan penyebarannya yang meluas menjadikan arbovirus sebagai ancaman serius,” jelasnya.
Dia juga menekankan perlunya penguatan riset lokal sebagai langkah berikutnya. “Indonesia memiliki lebih dari 900 spesies Aedes, dan kita perlu surveilans dan riset intensif untuk menentukan strategi intervensi yang tepat,” tegasnya.
Ismail Ekoprayitno Rozi, peneliti madya dari BRIN, melaporkan bahwa malaria adalah penyakit menular dengan tingkat kematian tertinggi di dunia, terutama di Tanah Papua. “Sebanyak 93% kasus malaria di Indonesia tercatat berasal dari Tanah Papua,” katanya.