youngthink.id – Industri otomotif Indonesia tengah berhadapan dengan tantangan serius akibat persaingan harga yang semakin ketat. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, pada perhelatan GIIAS 2025.
Kukuh menegaskan bahwa sektor otomotif lebih dari sekadar harga, melainkan merupakan pilar penting dalam ekonomi nasional yang memerlukan perhatian dan strategi yang tepat.
Perubahan Dinamika Pasar Otomotif
Kukuh Kumara menyampaikan bahwa kehadiran berbagai kendaraan baru dari Tiongkok telah menciptakan dinamika baru di sektor otomotif. “Sekarang kita mengalami tahapan berikutnya lagi, kita harus berubah,” tuturnya, menekankan pentingnya adaptasi dalam menghadapi tantangan ini.
Meskipun kendaraan baru ini menawarkan harga yang sangat bersaing, Kukuh mengingatkan bahwa hal tersebut dapat mengganggu keberlangsungan industri dalam jangka panjang. Kualitas, inovasi, dan strategi pemasaran yang baik menjadi kunci untuk bertahan di pasar yang kompetitif.
Perubahan yang terjadi di pasar ini juga menunjukkan bahwa pelaku industri tidak bisa hanya mengandalkan harga yang rendah. Peningkatan mutu dan inovasi menjadi penting untuk mempertahankan pangsa pasar dan menarik konsumen baru.
Penjualan Mobil yang Menurun
Berdasarkan data dari Gaikindo, penjualan mobil secara wholesales selama enam bulan pertama tahun 2025 mencatat penurunan sebesar 8,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dari total 410.020 unit, penjualan menyusut menjadi 374.740 unit.
Tak hanya itu, penjualan ritel juga menunjukkan penurunan signifikan, mencapai 9,7 persen dengan angka turun dari 432.453 unit menjadi 390.467 unit. Kukuh mengaitkan penurunan ini dengan melemahnya daya beli kelas menengah yang selama ini menjadi tulang punggung pasar otomotif Indonesia.
Penurunan daya beli ini menjadi sinyal bahwa industri otomotif harus segera mengambil tindakan strategis untuk mencegah krisis lebih lanjut. Memahami kondisi pasar dan respons konsumen akan menjadi langkah kunci dalam mengatasi tantangan ini.
Melemahnya Daya Beli Kelas Menengah
Menurut Kukuh, tingkat kenaikan pendapatan kelas menengah hanya mencapai 3,5 persen setiap tahun, sedangkan harga mobil yang menjadi incaran mereka justru naik hingga 7,5 persen. “Gap-nya makin lama makin besar,” ujarnya.
Hal ini mengindikasikan bahwa kelas menengah, yang selama ini menjadi pilar penting dalam penjualan mobil, kini semakin tertekan. Mengatasi gap ini akan menjadi tantangan serius bagi produsen untuk menjaga kelangsungan penjualan.
Kukuh turut menekankan bahwa strategi untuk menyelamatkan industri otomotif perlu dirancang dengan baik agar tidak hanya bertumpu pada persaingan harga yang ketat. Dengan lebih dari 1,5 juta orang yang terlibat dalam industri ini, keberlanjutan sektor otomotif sangat vital bagi kesehatan ekonomi nasional.