youngthink.id – Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa praktik beras oplosan menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi Indonesia, mencapai Rp100 triliun setiap tahun. Dia menganggap ini sebagai bentuk kejahatan ekonomi yang perlu segera ditindak.
Dalam acara Penutupan Kongres PSI 2025 di Jakarta, Prabowo menyoroti bagaimana praktik menjual beras biasa sebagai beras premium merugikan konsumen. Kerugian ini bisa dialokasikan untuk pengentasan kemiskinan di tanah air.
Kerugian Ekonomi yang Signifikan
Dalam sambutannya, Prabowo menyampaikan, “Saya dapat laporan kerugian yang dialami oleh bangsa Indonesia adalah Rp100 triliun tiap tahun, Rp100 triliun tiap tahun berarti lima tahun Rp1.000 triliun. Ini kejahatan ekonomi yang luar biasa. Menurut saya ini sudah termasuk subversi ekonomi, menikam rakyat.”
Prabowo menjelaskan praktik beras oplosan ini sangat merugikan, karena beras biasa dijual dengan harga beras premium, menyebabkan lonjakan harga beras di pasaran. Dia mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap praktik ilegal ini.
Visi Pengentasan Kemiskinan
Prabowo menekankan bahwa kerugian akibat beras oplosan seharusnya dapat digunakan untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia. “Anda bisa bayangkan Rp100 triliun kita bisa bikin apa. Mungkin kita hilangkan kemiskinan dalam lima tahun dengan Rp1.000 triliun itu,” ujar Prabowo.
Menurutnya, untuk membangun negara yang lebih baik, alokasi sumber daya yang tepat sangatlah penting agar masyarakat tidak terus menerus dirugikan oleh praktik seperti ini.
Produksi Pangan dan Program Makan Bergizi
Tak hanya tentang kerugian dari beras oplosan, Prabowo juga menyampaikan kondisi ketersediaan pangan nasional yang semakin baik. “Produksi pangan kita belum pernah dalam sejarah kita memiliki cadangan beras di gudang pemerintah lebih dari 4,2 juta ton beras, jagung juga produksinya naik 30 persen, beras naik 48 persen,” katanya.
Pemerintah pun kini aktif menjalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang mendapatkan perhatian dari berbagai forum internasional. Prabowo menambahkan, jumlah penerima manfaat program ini terus meningkat, dengan target mencapai 25 juta orang pada bulan Agustus mendatang.