Pentingnya Naskah Sanghyang Kandang Karesian bagi Pembangunan Jawa Barat

Pentingnya Naskah Sanghyang Kandang Karesian bagi Pembangunan Jawa Barat

youngthink.id – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menekankan peran penting naskah Sanghyang Kandang Karesian dalam pembangunan Provinsi Jawa Barat. Pernyataan ini disampaikan dalam perayaan HUT ke-80 Provinsi Jawa Barat di Bandung, pada Selasa (19/8/2025).

Dedi Mulyadi mengungkapkan bahwa tanpa mengakui dan mengintegrasikan nilai-nilai tradisional, suatu bangsa tidak akan mencapai kemajuan dalam pembangunan.

Nilai Tradisional Sebagai Pondasi Pembangunan

Dedi Mulyadi menekankan bahwa suatu bangsa yang ingin maju harus terikat pada konstitusi dan tradisinya. “Tidak ada satupun bangsa di dunia ini yang mencapai kemajuan dalam pembangunan bangsanya kecuali yang terikat pada konstitusi bangsanya,” ucapnya.

Menurutnya, pembangunan bukan sekadar soal aspek teknokratik yang diatur dalam peraturan daerah. “Pembangunan adalah keselarasan manusia dengan alamnya, dengan tanah, air, dan udara,” tegasnya.

Dedi, yang akrab disapa KDM, merujuk pada naskah Sanghyang Siksa Kandang sebagai sumber inspirasi yang dapat membawa perubahan positif bagi masyarakat jika diterapkan. Ia menyebutkan bahwa kurangnya realisasi cita-cita dalam naskah tersebut adalah tantangan yang harus dihadapi.

“Selama 80 tahun Jawa Barat terbangun, cita-cita dan penuntun dalam naskah tersebut tidak terealisasi,” kata Dedi.

Pengelolaan Sumber Daya dan Empati Publik

Dalam penjelasannya, Dedi menguraikan bab-bab dalam naskah yang menunjukkan cara pengelolaan sumber daya alam yang baik. Bab Tarumanagara, misalnya, menggambarkan bagaimana pemerintahan di masa lalu berhasil mengelola sumber daya sungai untuk kemajuan masyarakat.

Dia juga menyoroti bab Galuh Pakuan yang menampilkan nilai empati publik dan heroisme rakyat dalam mempertahankan keadilan. “Kawasan Selatan Jabar dibangun dalam kekuatan empatik publik,” jelasnya.

Lebih lanjut, Dedi membahas bab Pakuan Pajajaran yang memuat pembentukan tata kemasyarakatan dengan tiga pilar utama. “Negara dibentuk dalam tiga pilar yakni Karamaan, Karesian, dan Karatuan/Kaprabuan hingga menciptakan negara yang gemah ripah lohjinawi,” terangnya.

READ  Peluang dan Tantangan Bisnis Dessert Box Homemade di Indonesia

Dedi menambahkan bahwa nilai baru syariah dari bab Cirebon dan Sumedang Larang diharapkan dapat berharmonisasi dengan tradisi lokal. “Maka cipta rasa adalah menyempurnakan rasa yang dimiliki oleh orang Sunda,” tambahnya.

Koreksi Diri dan Menghadapi Tantangan Masa Depan

Dedi menggarisbawahi bahwa banyak nilai-nilai tradisional yang mulai dilupakan oleh generasi muda. Ia mencatat bahwa fokus akademis saat ini cenderung mengabaikan catatan masa lalu dan lebih tertarik pada narasi politik.

“Semua orang bicara anggaran. Semua orang bicara keuangan. Dia lupa bahwa di balik anggaran ada rasa dan cinta yang bisa mengadakan yang ada, mentiadakan yang tiada,” ungkapnya.

Kembali ke akar budaya, menurut Dedi, sangat penting untuk mencapai pembangunan yang seimbang. “Kerangka (pesan leluhur) itu adalah koreksi diri. Kerangka ini harus dibangun, karena kita bertugas mengemban amanah,” ujarnya.

Terakhir, Dedi menekankan pentingnya memahami peristiwa alam sebagai bagian integral dari pembangunan. “Seluruh titah dari Allah. Harus kita pahami apa yang kita lihat dalam rangkaian peristiwa alam,” pungkasnya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *