youngthink.id – Toxic positivity telah menjadi isu yang sering diperbincangkan, khususnya di kalangan generasi muda. Apa yang awalnya terlihat sebagai semangat positif, sebenarnya bisa menjadi tekanan terselubung bagi individu yang mengalaminya.
Apa itu Toxic Positivity?
Toxic positivity adalah sikap yang mengutamakan semangat positif di atas segala situasi, bahkan saat emosi negatif seharusnya diakui. Kondisi ini membuat banyak orang merasa harus menyembunyikan kesedihan atau kemarahan mereka.
Contoh yang umum adalah saat seseorang mengalami kegagalan, dan orang di sekelilingnya berujar, ‘Ayo, tetap semangat! Pasti ada hikmahnya!’ Walaupun niatnya baik, ungkapan tersebut sering kali membuat individu merasa tidak diperbolehkan untuk merasakan kesedihan.
Sosial media juga memperburuk kondisi ini, dengan banyaknya kutipan inspiratif yang memicu orang merasa mereka harus selalu ‘happy’. Hal ini pada akhirnya cenderung menyembunyikan masalah yang sebenarnya sedang dihadapi.
Dampak Buruk Toxic Positivity
Salah satu dampak negatif dari toxic positivity adalah menghalangi individu untuk menghadapi dan mengatasi perasaan mereka. Ini bisa menyebabkan mereka terjebak dalam situasi emosional yang tidak sehat.
Menurut psikolog, ‘mencoba untuk tetap positif tanpa mengakui dan memvalidasi perasaan kita benar-benar bisa berbahaya’. Ketika seseorang berusaha untuk selalu bersikap positif, tekanan tersebut bisa meningkatkan stres dan kecemasan.
Di samping itu, toxic positivity juga dapat menyebabkan seseorang merasa terpisah dari lingkaran sosialnya. Ketika fokus pada semangat positif, individu sering kali tampak tidak mendengarkan atau berempati terhadap permasalahan orang lain.
Melawan Toxic Positivity
Langkah awal untuk melawan toxic positivity adalah dengan mengakui semua perasaan yang muncul, baik itu positif maupun negatif. Mengizinkan diri untuk merasakan emosi negatif adalah langkah pertama menuju perbaikan.
Berbagi perasaan dengan orang yang dipercaya juga sangat penting. Diskusi terbuka tentang masalah dapat membantu meringankan beban dan menemukan solusi bersama.
Mengediukasi diri sendiri dan orang lain tentang pentingnya keseimbangan emosi juga tidak kalah penting. Dengan memahami bahwa perasaan negatif itu wajar, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi satu sama lain.