youngthink.id – Harga minyak global mengalami lonjakan signifikan, mendekati USD 80 per barel. Kenaikan ini dipicu oleh keterlibatan Amerika Serikat dalam serangan terhadap Iran, pemain utama dalam produksi minyak dunia.
Minyak mentah Brent berjangka meningkat USD 1,92 atau 2,49% menjadi USD 78,93 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) juga menunjukkan kenaikan USD 1,89 atau 2,56% menjadi USD 75,73 per barel.
Kenaikan Harga Minyak di Tengah Ketegangan Internasional
Harga minyak mentah Brent saat ini berada pada level yang hampir menyentuh USD 80 per barel. Data dari Reuters menunjukkan harga minyak Brent berjangka naik menjadi USD 78,93 per barel, sedangkan WTI juga terpukul menjadi USD 75,73 per barel.
Dalam perdagangan awal sesi, kontrak untuk Brent melonjak lebih dari 3%, mencapai USD 81,40, dan WTI menjadi USD 78,40. Ini adalah level tertinggi yang dicapai dalam lima bulan terakhir.
Sejak konflik antara Iran dan Israel mulai pada 13 Juni, harga Brent telah mengalami lonjakan sekitar 13%, dan WTI naik sekitar 10%. Kondisi ini mencerminkan reaksi pasar terhadap dampak langsung dari ketegangan yang ada.
Penilaian Pasar Terhadap Situasi Geopolitik
Kenaikan harga minyak secara langsung berkaitan dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump yang mengklaim telah menghancurkan situs nuklir utama Iran dalam serangan baru-baru ini. Langkah ini membawa AS lebih dalam ke dalam konflik antara Israel dan Iran, mengundang reaksi keras dari Teheran.
Iran menyatakan kesiapan untuk mengambil langkah tegas demi melindungi diri dari serangan yang ditujukan oleh AS dan Israel. Hal ini semakin menambah ketidakpastian di pasar minyak internasional.
Prediksi pelaku pasar menunjukkan potensi kenaikan harga lebih lanjut, terutama jika Iran mengambil langkah untuk menutup Selat Hormuz, yang merupakan jalur penting bagi hampir seperlima pasokan minyak mentah global.
Analisis dari Para Ekonom Terhadap Prospek Harga Minyak
Goldman Sachs dalam laporan mereka menyebutkan bahwa harga Brent bisa mencapai USD 110 per barel jika Iran mampu menghalangi aliran minyak melalui Selat Hormuz. Hal ini menunjukkan betapa krusialnya situasi saat ini bagi pasar energi global.
Asumsi harga minyak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 ditetapkan maksimum pada USD 82 per barel. Ini menunjukkan kesiapan pemerintah dalam menghadapi potensi lonjakan harga minyak akibat ketegangan yang ada.
Kenaikan harga minyak tentunya akan memengaruhi perekonomian, terutama dalam hal inflasi dan biaya energi di berbagai sektor, baik domestik maupun global.