youngthink.id – Jakarta – Tiga pejabat dari anak perusahaan Wilmar Group, PT Padi Indonesia Maju, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengoplosan beras premium. Penetapan tersebut dilakukan oleh Dittipideksus Bareskrim Polri melalui Satgas Pangan Polri.
Brigjen Helfi Assegaf, Kepala Satgas Pangan Polri, mengungkapkan bahwa salah satu tersangka adalah Presiden Direktur PT PIM berinisial S, bersama dua pejabat lainnya yang terlibat dalam produksi beras.
Detail Penetapan Tersangka
Dalam konferensi pers yang digelar di Bareskrim Polri pada Selasa (5/8/2025), Brigjen Helfi menjelaskan, ‘Dari hasil pemeriksaan saksi, ahli perlindungan konsumen, ahli laboratorium, ahli pidana, telah menemukan bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka yang bertanggung jawab terhadap produksi beras premium tidak sesuai standar mutu dalam kemasan.’
Dua tersangka lainnya yang juga ditetapkan dalam kasus ini adalah Kepala Pabrik PT PIM berinisial AI dan Kepala Quality Control PT PIM berinisial DO. Penetapan ini menunjukkan adanya tanggung jawab di tingkat manajemen dalam kasus pengoplosan beras premium.
Dengan penetapan ini, pihak kepolisian berharap bisa menegakkan hukum dan melindungi konsumen dari praktik curang dalam industri pangan.
Produksi Beras Oplosan
Pengoplosan beras premium yang dilakukan oleh PT Padi Indonesia Maju melibatkan merek-merek terkenal seperti Fortune, Sania, Siip, dan Sovia. Brigjen Helfi menambahkan, sebelumnya, pihak kepolisian juga telah menetapkan tiga tersangka dari perusahaan lain, PT Food Station, dalam penyelidikan yang sama.
Penyidik menemukan bahwa produk beras yang dipasarkan oleh para tersangka tidak memenuhi standar mutu dan takaran yang telah ditetapkan, yang tentunya merugikan konsumen yang mengandalkan kualitas beras premium tersebut.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai pengawasan dan keandalan produk pangan yang beredar di pasaran.
Ancaman Hukum
Para tersangka dijerat dengan Pasal 62 juncto Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU. Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp 10 miliar.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, pihak kepolisian menyatakan bahwa para tersangka belum ditahan, karena mereka dianggap kooperatif selama proses penyelidikan.
Situasi ini bisa menjadi contoh untuk perusahaan lain agar lebih bertanggung jawab dalam produksi dan distribusi produk.