youngthink.id – Kemajuan teknologi artificial intelligence (AI) membawa banyak manfaat, tetapi ada sisi gelap yang perlu diwaspadai. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ribuan laporan tentang kejahatan digital yang memanfaatkan teknologi ini, termasuk penipuan dengan tiruan suara dan wajah.
Kepala Eksekutif OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengingatkan masyarakat harus lebih waspada terhadap potensi penyalahgunaan teknologi AI. Penipuan ini bisa melibatkan identitas palsu dan modus operandi yang cukup meyakinkan, sehingga mengancam keamanan finansial individu.
Modus Penipuan Menggunakan AI
Friderica Widyasari Dewi, yang akrab disapa Kiki, menegaskan bahwa teknologi canggih seperti AI bisa disalahgunakan oleh oknum nakal untuk melakukan penipuan. Ia menyebutkan bahwa penipu menggunakan metode voice cloning dan pemalsuan wajah untuk menipu korban, bahkan memanfaatkan suara orang terdekat.
“Kemajuan teknologi dalam artificial intelligence atau AI ini memiliki potensi penyalahgunaan yang sangat besar ya terutama untuk membuat tiruan suara atau voice cloning kemudian membuat tiruan wajah,” ungkap Kiki dalam konferensi pers yang diadakan pada Senin (4/8).
Modus operandi seperti ini memungkinkan penipu untuk meyakinkan korban, hingga mereka rela mentransfer uang dalam jumlah besar. Dengan akses mudah ke media sosial, penipu dapat mereplikasi identitas seseorang secara realistis, baik suara maupun wajah.
Laporan Kejahatan Digital yang Meningkat
Berdasarkan data yang tersedia, OJK mencatat sejumlah laporan kejahatan digital yang cukup besar. Dari awal tahun hingga 29 Juli 2025, terdapat sekitar 39.108 aduan terkait penipuan jual-beli online, sementara penipuan dengan modus fake call mencapai 20.628 laporan.
Di sisi lain, penipuan investasi juga meningkat, dengan total 14.533 aduan. Kiki mengingatkan pentingnya verifikasi ketika menerima permintaan mencurigakan terkait uang, serta kewaspadaan dalam membagikan data pribadi di media sosial.
“Apalagi saat ini dengan adanya sosial media ya sangat mudah mencari suara dari seseorang karena mereka posting sendiri video-videonya, percakapannya,” jelas Kiki.
Langkah OJK Dalam Mengatasi Penipuan Digital
Kiki juga menyampaikan perkembangan penting terkait Finfluencer, yaitu influencer dalam bidang keuangan yang harus memiliki kapabilitas dalam memahami produk keuangan yang dipromosikan. Ia tegas menyatakan bahwa Finfluencer bertanggung jawab atas informasi yang mereka sampaikan kepada masyarakat.
“Finfluencer ini bertanggung jawab atas setiap informasi yang dia sampaikan kepada masyarakat,” tegasnya. OJK saat ini sedang menyusun ketentuan untuk mengatur perilaku dan tata cara informasi produk di media sosial.
Selain itu, Indonesia Anti-Scam Center (ISC) telah menerima 204.011 laporan, menunjukkan betapa seriusnya masalah penipuan digital ini. Nilai kerugian dari penipuan ini mencapai Rp4,1 triliun, dan upaya pemblokiran terhadap rekening yang digunakan pun telah dilakukan.