youngthink.id – Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, akan menerima vonis hari ini terkait dugaan korupsi yang merugikan negara, menghadapi tuntutan 7 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan menghormati apapun keputusan dari majelis hakim yang mengadili kasus ini di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Sidang Vonis Hasto Kristiyanto
Hasto Kristiyanto, yang adalah terdakwa dalam kasus perintangan penyidikan korupsi, dijadwalkan mendengarkan vonis pada hari ini, Jumat (25/7/2025). Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa KPK telah siap dengan semua bukti dan saksi yang diperlukan.
Asep mengungkapkan, “Kami tentunya akan menghormati putusan yang disampaikan atau dibuat oleh majelis hakim.” Ini menunjukkan sikap KPK untuk mendukung proses hukum tanpa adanya intervensi dari pihak manapun.
KPK berharap bahwa persidangan berlangsung dengan lancar dan damai. Asep menambahkan, “Sekarang kami tinggal menunggu. Saksi-saksi sudah kami hadirkan, bukti-bukti sudah kami bawa ke persidangan.”
Tuntutan Terkait Kasus Korupsi
Hasto dituntut pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp 600 juta, dengan ketentuan bahwa jika denda tidak dibayarkan, Hasto akan menjalani pidana kurungan selama 6 bulan. Proses hukum ini mengacu pada dugaan bahwa Hasto menghalangi penyidikan dalam kasus korupsi yang melibatkan Harun Masiku.
Dalam kasus ini, Hasto diduga menginstruksikan Harun Masiku untuk merendam telepon genggam miliknya, guna menghindari penyidikan lebih lanjut. Instruksi tersebut diteruskan melalui seorang penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, setelah terjadinya tangkap tangan terhadap Wakil Ketua KPU, Wahyu Setiawan.
Hasto juga didakwa bersama beberapa pihak lainnya memberikan uang sebesar 57.350 dolar Singapura kepada Wahyu untuk mempengaruhi proses penggantian anggota legislatif di Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I.
Dampak Hukum dan Penegakan Hukum
Hasto kini menghadapi tuntutan serius berdasarkan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a serta Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kasus ini mendapat perhatian publik yang besar, mengingat posisinya yang strategis dalam PDI Perjuangan.
Keberanian KPK dalam melanjutkan kasus ini di tengah tekanan politik merupakan sinyal komitmen dalam upaya pemberantasan korupsi. Proses persidangan ini dianggap krusial untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap integritas lembaga negara.
Kasus ini mengingatkan kita semua bahwa tindakan korupsi muncul dari pengabaian terhadap hukum dan kepentingan publik. Sidang ini menjadi langkah penting dalam menjaga penegakan hukum di Indonesia.